Hari ini panas, panas sekali dan sumpah membuat mager. Mau ke kantin saja rasanya malas karena harus melewati lapangan basket untuk kesana. Biar cuma sebentar tetap saja akan terkena paparan sinar matahari.
Karenanya dua anak sekolah menengah atas yang kini masuk di tingkat akhir sekolah itu memilih untuk berada di kelas. Walau lapar mereka tahan, walau haus mereka hanya mengandalkan air ludah agar tenggorokan tidak kering. Tidak ini hiperbola sekali, mereka sebenarnya menitip makanan juga minuman pada teman mereka yang berniat ke kantin, dan saat ini mereka hanya menunggu.
Salah satu pemuda yang menaruh kepalanya di atas meja dengan posisi miring kiri mengeluarkan suara, mengeluhkan perutnya yang bunyi karena lapar dan temannya yang tak kunjung datang.
“Gue lapar Hoon” Keluhnya, mari kenalan si pemuda yang mengeluh ini bernama Kim Junkyu, wajahnya saat ini terlihat memelas menyedihkan menahan bunyi keroncong di perutnya.
Yang mendengar keluhan namanya Park Jihoon saat ini posisinya duduk di meja depan Junkyu dengan menyandarkan punggung pada dinding berjendala di belakangnya. Angin sepoi-sepoi yang masuk melewati jendela membuat rambutnya tersapu hingga dia harus beberapa kali menyibakkan rambutnya agar tidak menghalangi pemandangan fokusnya ke ponsel pintar di tangan.
“Sabar. Yoshi baru keluar kelas 15 menit. Ya kali dia nggak ngantri ke kantin”Jawab Jihoon dengan mata yang tak berpaling dari ponsel.
“ah lapar banget gue udah kayak mau mati” keluh Junkyu lagi yang berhasil mengundang decakan risih dari Jihoon.
“Nggak usah ngomongin mati. Lo cuma perlu nunggu beberapa menit lagi buat makan nggak usah hiperbola”Jihoon mengingatkan dengan nada sensi, tidak tahu kenapa hatinya saat ini tidak tenang sungguh mengganggu dan membuat sesak. Dia merasa bersalah jadinya dengan Junkyu.
Untung saja Junkyu yang mendengar hanya mengerucutkan bibir cemberut. Terlalu malas menanggapi karena laparnya.
“Hei sorry lama, tadi kantin penuh banget”
Teman yang mereka tunggu datang juga akhirnya.
Dengan cepat Junkyu memperbaiki posisinya menjadi duduk melihat dengan berbinar kantung plastik besar yang kini tertaruh di atas meja.
“Makan makan” Riang Junkyu bertepuk tangan yang mengundang kekeh geli dari Yoshi.
Kanemoto Yoshinori adalah teman yang membelikan titipan makanan keduanya. Yoshi itu tahu kedua temannya ini magernya udah melampaui ambang batas jadi dia sebagai manusia dengan kepribadian baik hati menawarkan diri untuk membantu mereka membelikan makanan di kantin, sekalian dia juga beli makanan untuk diri sendiri.
“Thanks ya Yosh”Jihoon berucap dengan tersenyum tipis.
Yoshi mengernyit cukup tidak biasa melihat Jihoon yang seperti ini. Biasanya dia akan teriak nyaring begitu makanan ada di depannya, tapi ini dia hanya tersenyum tipis mengambil makanan saja terlihat ogah-ogahan seperti ada yang mengganjal di pikirannya.
“Jihoon, baik?”Tegurnya.
Yang punya nama menoleh terkejut, Junkyu pun ikut memberi atensi ke Yoshi akan pertanyaannya.
“Lo kenapa?” Tanya Junkyu penasaran.
Jihoon menggeleng. “Nggak apa gue baik” Jawabnya. “Ayo makan nanti keburu bel masuk lagi”Suruhnya.
Junkyu hanya manggut-manggut mengiyakan, tangannya bekerja membuka makanan yang Yoshi belikan. Dia pesan chicken katsu dengan tambahan telur gulung, Junkyu meneguk ludah melihat betapa nikmatnya visualisasi makanan di depannya.
Makanan milik Jihoon yang juga chicken katsu terlihat menggugah selera secara visualisasi tapi entah kenapa dia sendiri jadi tidak napsu untuk makan, padahal tadi saat pelajaran berlangsung perutnya sudah berdisko minta untuk diberi asupan.
Yoshi menikmati sandwich dengan isi egg salad miliknya, namun sesekali matanya melirik Jihoon yang tampak tak semangat dengan makanannya. “ Lo mau tukar aja sama gue Hoon?”
“Huh?” Jihoon menatap tidak mengerti pada Yoshi.
“Makanannya” Tunjuk Yoshi ke makanan milik Jihoon. “Gue lihat lo nggak semangat banget mau makan, nggak enak ya?”
“Enak kok, enak banget ini malah” Bukan salah satu dari mereka yang menjawab, melainkan tamu tak di undang yang tanpa aba memasukkan potongan katsu di sendok Junkyu ke mulutnya, memberitahu pada Yoshi jika tidak ada masalah pada makanan Junkyu yang juga chicken katsu seperti milik Jihoon.
“Monyet lo Jaemin! Makanan gue!”Pekik Junkyu sebal, memukul temannya tidak terima sedang pelakunya sendiri hanya tertawa-tawa sembari mengunyah chicken katsu di mulutnya.
Jihoon yang biasa akan ikut menggoda Junkyu, Jihoon yang biasa akan ikut heboh dengan kejahilan Jaemin, namun Jihoon yang ini terlihat tidak peduli, terlihat lesu dan tidak memiliki semangat sekali.
Jihoon meletakkan sendok plastik miliknya. “Gue nggak napsu makan” ucap Jihoon tiba-tiba, yang membuatnya mendapat tatapan tanya dari tiga pemuda di depannya.
“Buat gue aja kalau gitu”Tanpa malu Jaemin mengajukan diri dengan telunjuk yang teracung, kelakuannya membuat Junkyu mendengus kasar dengan memutar bola mata malas.
Jihoon tanpa suara langsung mendorong kotak makan itu ke depan Jaemin memberi tahu secara non-verbal bahwa Jaemin dapat memakan miliknya.
Jaemin mengerjap, menolehkan kepala ke Junkyu dan Yoshi dari tatapannya ia mengajukan tanya ‘ada apa dengan Jihoon’ namun dua orang yang ia tuju tak ada yang dapat menjawab secara lugas hanya gelengan sebagai respon akan kepenasarannya.
“Hoon ini gue makan beneran loh”Jaemin memancing reaksi Jihoon, namun yang ia dapatkan hanya anggukkan singkat mempersilahkan. “Laa? Nggak bener ini anak”Komentar Jaemin dengan gumaman di akhir.
“Tumben” Junkyu berkomentar. “Jam segini kan jam-jam lo laper”Tuduhnya jenaka, ikut memancing mungkin Jihoon akan kembali seperti biasa yang akan merutuk pada Junkyu akan tuduhan tidak berdasar dan aneh miliknya, tapi Jihoon yang ini hanya diam terlihat memikirkan sesuatu.
“Harusnya gitu kan?” Jihoon mengeluarkan pernyataan yang lebih mirip dengan pertanyaan. “Tapi sumpah, gue nggak napsu. Perasaan gue nggak tenang, kayak hal buruk bakalan terjadi gitu. Gue nggak bisa jelasin gimana tapi rasanya dada gue sesak banget, tiba-tiba pingin nangis entah kenapa”
Junkyu mengernyit, eskpresi wajahnya kini terlihat khawatir.”Semua baik kan? Maksud gue lo lagi gak ada masalah atau apa gitu?”Ia bertanya nadanya peduli menyiratkan pada temannya itu jika memang ada masalah Jihoon bisa cerita padanya.
Jihoon menggeleng. “Nggak ada. Tiba-tiba aja ini perasaan”
Yoshi mengernyit bingung dengan deskripsi Jihoon akan perasaannya. Jaemin jadi enggan untuk memakan chicken katsu nikmat milik Jihoon, wajah Jihoon sungguh terlihat tidak baik dan rasanya akan kurang ajar sekali jika dia dengan tidak tahu diri tetap memakan milik Jihoon, saat ini Jihoonlah yang terlihat lebih butuh makan dibanding dirinya.
Junkyu manyun mencoba menerka soal apa yang dirasakan Jihoon mungkin ada alasan logisnya. Di tengah berpikirnya Junkyu bisa mendengar suara-suara samar di balik jendela dari arah bawah. Junkyu melongokkan kepalanya penasaran.
“Ada apaan?”Tanyanya entah pada siapa.
Jihoon ikut melongokkan kepalanya melihat keluar jendela. Yoshi sendiri bangkit dari duduknya mendekat ke Jihoon untuk melihat apa yang terjadi di luar.
“Kok pada heboh”Heran Yoshi.
“Anjir perasaan gue makin nggak enak” Aku Jihoon. “Ada kebakaran kali ya?” Tanyanya dengan alasan paling logis yang ada di pikirannya saat ini akan ramainya para siswa di luar sana.
“Kalau kebakaran mah udah dari tadi ada pengumuman Hoon”Suara celetukan seseorang terdengar, empat kepala itu menoleh melihat pada pemilik suara dan menemukan salah satu teman sekelas mereka Haechan yang juga sedang bersandar pada jendela, fokus pandangannya ke bawah melihat keributan dan seruan siswa-siswa lain yang berlari berhamburan tak tentu arah.
“Ada blackpink mampir kali ya”Sahut Jihoon lagi jenaka.
“Ajib bener ni orang, lagi gundah gulana perasaan masih bisa ngelawak” Dengus Jaemin kasar dan Jihoon terkekeh geli.
“Ah red velvet kali ya mampir”Haechan menambahkan membuat Jaemin kali ini memutar bola mata malas.
Lima siswa sekolah menengah atas itu menolehkan mereka serempak tepat pada speaker yang terpasang di ujung kanan depan kelas saat terdengar suara khas sebelum sebuah pengumuman dimulai.
Setelahnya suara pengumuman terdengar. Dan dada Jihoon makin merasakan sesaknya, nafasnya serasa tercekat, detak jantungnya bertalu cepat seakan tengah memberi pertanda bahwa sesuatu yang tidak baik akan terjadi.
Jaemin membawa pandangannya pada tangan miliknya yang tiba-tiba saja digenggam erat oleh Jihoon, pemuda itu bisa merasakan dingin tangan Jihoon yang terasa di kulitnya.
Ia membuat remasan, Jihoon menoleh padanya membuat mereka saling pandang. Dengan senyum kecil Jaemin menggumam tanpa suara. “Nggak ada apa-apa”
Anggukkan kepala Jihoon buat, mengerti akan maksud Jaemin.
Baik Jaemin dan Jihoon terlonjak kaget tatkala mendengar suara perempuan dalam speaker yang terdengar terburu dan dibaluri kepanikan.
“Anak-anak keluar dari sekolah sekarang juga, cepat keluar….AARRRGGHH”
Pengumuman itu terputus begitu saja dengan lengkingan nyaring memekakkan telinga di akhir bersamaan dengan suara bising elektronik yang membuat telinga mereka berdengung.
Lepas dari keterkejutan empat pasang mata itu saling berpandangan dari bagaimana keempatnya menatap satu sama lain, mereka tahu ada yang tidak beres di sekolah mereka.
“Anjay gue merinding woi. Ini nggak tiba-tiba sekolah kita di serang zombie kan” Haechan menyela berjalan mendekat dengan mengeluarkan kalimat jenakanya mencoba melawak, mencairkan suasana yang dia rasa gagal melihat wajah tegang Jihoon, wajah cemas Yoshi juga wajah kebingungan Junkyu.
Hanya Jaemin yang terlihat lebih tenang dari ketiga yang lain.
“Gue nggak tahu ada apaan tapi bagusnya kita keluar dari sini”Jaemin berujar kemudian, ia berusaha bersikap tenang meski matanya terlihat gusar memperhatikan siswa yang berhamburan di luar sana. Tangan dingin Jihoon seolah menular ke miliknya karena ia bisa merasa jika keseluruhan tubuhnya mendingin dengan jantungnya yang membuat degupan kencang tak berhenti.
“Anjiirr lo pada kenapa masih di sini woi”
Kelima pemuda itu terkesiap di tempat saat teriakan nyaring penuh ketidak percayaan terdengar di telinga, mereka menoleh dan mendapati Jeno yang tengah memasang raut panik di wajah. Tanpa babibu dia masuk ke dalam kelas.
“Bangun woi cepet lari sebelum kesini”Desaknya cepat yang membuat lima orang itu menatap heran padanya. Orang paling dekat dengannya Junkyu ia tarik tangannya membuat yang bersangkutan memekik pelan karena perlakuan tiba-tiba Jeno.
“Ada apaan?”Jaemin bertanya. Remasan tangan yang masih bertaut dengan Jihoon makin terasa dingin, tanpa perlu bertanya harusnya Jaemin sadar bahwa ada yang tidak beres dengan sekolah mereka saat ini.
Jeno membawa pandangannya pada Jaemin, tajam dan seolah memberi kesan tak ingin di bantah.”Nggak usah tanya kita lari dulu, cepet!”Ia memberi perintah.
Junkyu terlihat ingin membantah ucapan temannya itu namun wajah frustasi dan ketakutan yang Jeno tampakkan membuat Jihoon yakin memang sesuatu telah terjadi dan membenarkan firasat buruknya.
“Gue nggak tahu ada apa, tapi kayaknya Jeno bener kita harus keluar dari sini”Yoshi berujar, Jihoon mengangguk membenarkan.
“Makanan gue” Junkyu menatap sedih makanan yang masih bersisa banyak.
“Nyawa lo lebih penting saat ini” Gertak Jeno gusar, dengan gerakan cepat dia menarik lengan Junkyu yang membuat si pemuda kewalahan dalam mengambil tasnya karena di buru.
“Ayo”Jaemin mengajak, menarik Jihoon untuk bangkit dari duduknya, Jaemin meringis melihat wajah Jihoon yang sudah mulai pucat penuh ketakutan.
Haechan dan Jaemin sempat membuat kontak mata sekilas, pandangan kedua remaja laki-laki itu sama percampuran antara penasaran, kalut dan ketakutan yang mereka sendiri tidak tahu darimana perasaan itu bisa datang.
“Lo ngapain?”Jaemin bertanya nadanya tak habis pikir namun juga penuh akan ketakjuban.
Haechan, pemuda itu membawa sapu kelas yang dia buang bagian bawahnya hingga hanya meninggalkan gagang sapu yang tersisa. Ujungnya tumpul tapi tentu menyakitkan jika dibuat untuk menusuk seseorang.
“Jaga-jaga kalau beneran ada zombie”
No sense! Tapi Jaemin tak bisa untuk memberi komentar balasan, sebagian dari dirinya tengah membenarkan pemikiran Haechan.
“Ngaco”Jihoon bersuara menyampaikan pikirannya meski nada bicaranya saat ini membuat getaran sarat akan takut juga sebuah penyangkalan.
Jihoon merasa ada yang buruk tengah terjadi di sekolah mereka saat ini namun pemikiran akan adanya zombie dalam sekolah seperti bagaimana banyaknya film di luar sana membuat cerita jelas tidak termasuk dalam lintasan pikirannya saat ini.
Keenam pemuda itu keluar dari kelas. Lorong kelas memang biasa ramai tapi ini bahkan lebih ramai dari biasanya, wajah kebingungan terlihat dari semua siswa yang ada di lorong bingung dengan bunyi pengumuman yang terputus dan suara-suara teriakan siswa yang ada di luar.
Mereka semua memasang ekspresi dan melakukan gerakan yang sama, ke kanan dan ke kiri kepala mereka menoleh mencoba mencari petunjuk akan apa yang sebenarnya terjadi, kebingungan namun juga penasaran di saat yang sama.
Saling bertanya satu sama lain meski tidak ada yang memiliki jawaban pasti akan situasi yang tengah mereka hadapi.
Beberapa dari mereka mengeluarkan pendapat yang samar terdengar di telinga keenam pemuda itu.
Pikir mereka sedang ada kebakaran karena itu mereka di suruh untuk keluar dari kelas mencari tempat aman. Tapi melihat ke sekitar tidak ada tanda-tanda asap hitam pekat, kobaran api merah bahkan tak terlihat di pemandangan.
“Bukan kebakaran kan?”Junkyu bertanya entah pada siapa, namun tidak ada yang bisa memberinya jawaban, dia ikut menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri seolah mencari tahu walau ia tahu bahwa itu percuma karena semua orang di sekitarnya terlihat tidak ada yang memiliki jawaban akan kepenasaran mereka.
“Jen ada apaan sih?”Jihoon akhirnya bertanya menoleh pada temannya yang terlihat mengeluarkan banyak keringat.
Jeno menghela napasnya, mengepalkan tangan melihat pada Jihoon lalu pada kelima pemuda yang lain. “Please jangan tanya, mumpung mereka pada linglung kita pergi dari sini. Sebelum mereka sadar dan akses kita buat kabur susah”Wajahnya memelas meminta untuk kelimanya mau di ajak kerjasama tanpa banyak bertanya.
“Anjir Jen gue parno jadinya lo ngomong gitu ini ada apaan coba?”Junkyu menyentak tangan Jeno yang sedari tadi menggenggam lengannya, dengan menggertak ia bertanya memasang raut jengkel walaupun ikut tersirat di sana sebuah kecemasan.
Jeno ingin marah, ingin melampiaskan emosinya tapi ia tahu itu bukan pilihan yang baik saat ini, semakin ia emosi akan semakin emosi pula Junkyu menanggapinya. Menarik napas perlahan dan ia hembuskan dengan cara yang sama Jeno membuka suara. “Tolong Kyu kita pergi dulu dari sini, kalau kita udah aman baru gue cerita, oke?”Ia menawarkan, membuat nadanya lebih tenang mencoba meyakinkan.
“Aman dari apa?”Pertanyaan itu keluar, Yoshi yang buat.
Jeno menggigit bibir bawahnya, matanya bergulir acak mencoba mencari jawaban yang sekiranya mampu teman-temannya terima dan sukarela untuk di ajak pergi bersama.
“Sesuatu”Ia menggumam, dia sendiri juga sebenarnya tidak tahu bagaimana harus mengutarakan pemikirannya saat ini. Ia memandang satu persatu wajah temannya yang memasang ekspresi menunggu akan jawaban yang akan ia beri.
Helaan napas yang sarat akan kelelahan itu kembali Jeno buat. “Bisa nggak kita pergi aja, gue mohon”Ia meminta, memohon dengan sangat pada teman-temannya itu.
Namun Junkyu seperti tak puas dengan respon yang Jeno berikan.”Gue nggak mau pergi kalau gue nggak tahu apa yang terjadi” Junkyu bersikeras dengan kemauannya, ia memberi penekanan pada ucapannya agar Jeno mau berbagi informasi yang ia punya.
“Ada apaan sih?”
Pertanyaan penuh dengan nada kebingungan terdengar, asalnya dari samping tepat di mana pintu kelas sebelah berada, menoleh mereka menemukan tiga anak dari kelas tetangga melihat pada mereka dengan pandangan tanya juga penasaran, dari bagaimana mereka melihat pada Jeno dan yang lain mereka seperti mengharapkan sebuah jawaban pasti akan apa yang tengah terjadi.
“Shit” Umpat Jeno berdesis pelan, kalau sudah seperti ini dia tidak bisa mencari celah untuk dia dan teman-temannya kabur.
“Nggak tahu nih si Jeno main ngajakin pergi”Rutuk Junkyu menunjuk Jeno yang terlihat mendelik kesal, ketiga pemuda di depan mereka hanya memasang wajah clueless tidak tahu juga siapa Jeno itu mereka hanya pure bertanya kepada Junkyu dkk karena cuma mereka yang terlihat berargumen di lorong sekolah.
“Ada simulasi kebakaran?” Salah satu dari kelas sebelah itu bertanya. Pengenal nama di dada kirinya memberi tahu bahwa nama yang tertulis di sana adalah Seungmin.
“Nggak ada simulasi kebakaran!”Jeno menyela sebelum salah satu dari temannya bisa membuka suara. Tangannya terkepal di dua sisi tubuhnya. “Semua alasan logis yang ada di pikiran kalian itu semua nggak terjadi”Tidak ada yang paham dengan maksud Jeno, tidak satupun, lagipula memang Jeno tahu apa yang tengah mereka pikirkan? Jeno tentu tidak tahu, tapi dia yakin apa yang tengah terjadi di sekolah mereka pasti tidak menjadi salah satu kejadian yang akan melintas di pikiran teman-temannya dan juga ketiga anak kelas sebelah.
“Lo bertiga” Jeno menunjuk satu orang di dekatnya -Jisung namanya, begitu yang tertulis di name tag- dan kedua temannya. “Kalau mau selamat, cukup diam dan kita kabur dari sini” Jeno membuat perintah dengan nada serius dan mengancam.
Kening si pemuda bernama Jisung itu mengernyit, ia tidak suka dengan bagaimana nada Jeno berbicara saat ini.”Anjirlah, sorry nih bro gue nggak kenal lo, nggak seharusnya lo ngancam kayak gitu”Jisung kesulut emosi.
“Terserah, gue cuma ngasih tahu yang terbaik. Kalau lo nggak suka itu pilihan lo”Jawab Jeno, terdengar ambigu dan mengambang sekali, tidak memberi mereka pandangan akan apa yang tengah mereka hadapi, bagaimana Jeno berbicara seakan mereka berada di situasi hidup dan mati namun dia tidak mau lebih jauh menanggapi.
Kali ini dia menarik lengan Junkyu, dan memberi gesture pada yang lain untuk bisa ikut dengannya.
“Eh anjiir lo apa-apaan woi Jen. Gue bilang gue nggak mau”Junkyu meronta dalam tarikan Jeno.
Mereka, yang lain hanya bisa memberi tatap bingung ke satu sama lain tak tahu harus berbuat apa. Haruskah mengikuti perkataan Jeno atau menunggu sampai mereka bertemu jawaban pasti.
“Diam Kyu, please suara lo bisa narik perhatian”Sahut Jeno menggertak.
“Kita pergi”Jaemin yang memutuskan, ia mendorong punggung Haechan juga Jihoon untuk bisa melangkahkan kakinya mengikuti Jeno dan Junkyu yang sudah lebih dulu jalan di depan mereka. Kepalanya memberi gesture untuk Yoshi bisa menyusul dan Yoshi menerimanya dengan anggukkan pelan juga kakinya yang membuat langkah.
Jaemin berjalan di belakang Jihoon dan Haechan, ia tahu Yoshi terus menatap padanya seakan ia meminta sebuah pernyataan atau jawaban dengan aksi Jaemin yang memilih mengikuti apa mau Jeno.
Ia pada akhirnya menoleh, membuat pandangannya beradu dengan milik Yoshi. “Perasaan gue nggak tenang dan kayaknya hal yang paling masuk akal sekarang pergi dari sini”
Perkataan Jaemin sama mengambangnya dengan milik Jeno, tidak memberi jawaban pasti, mereka berdua sama-sama berbicara dengan sebuah kemungkinan yang terdengar buruk jika mereka bertahan di sekolah.
Yoshi menghela napasnya. “Sebenarnya nggak membantu banget perkataan lo”Katanya berkomentar.
Dan hanya senyum tipis yang Jaemin beri untuk komentar yang Yoshi lontarkan.
Di depan keduanya, Jihoon dan Haechan saling memandang satu sama lain, tatap mereka sama penuh akan tanda tanya akan apa yang sebenarnya sedang mereka alami hingga Jeno yang biasa acuh itu terlihat memaksa dan membuat mereka harus ikut dengan perkataannya. Apakah bisa dibilang bukan Jeno sekali? Ya tentu saja, mereka bahkan merasa aneh dengan Jeno yang terlihat terburu-buru untuk bisa pergi dari sekolah mereka.
Jihoon berjalan maju menyamakan langkahnya beriringan dengan Jeno di depannya.”Jeno, ada apa sih?”Ia bertanya baik-baik.
Jeno melirik pada Jihoon di sampingnya, meski memasang raut tenang Jihoon tahu kernyitan yang tercipta di kening Jeno menunjukkan suatu ketakutan dan kecemasan, apalagi nafas Jeno seolah terburu seperti menyembunyikan sesuatu.
“Please! Please banget! Jangan tanya apapun sekarang, cukup denger gue dan ikut. Jangan berhenti dan lihat ke belakang. Ikutin gue,bakalan gue jelasin kalau kita udah sampai di mobil”Jeno berkata membalas pertanyaan Jihoon, suaranya tenang namun legas dan tegas, tapi samar dalam nadanya terbalur suatu getaran yang penuh akan cemas dan takut.
Junkyu yang berjalan di samping Jeno, mencuri pandang ke wajah temannya itu, terlihat datar dan tenang tapi tak bisa menyembunyikan kekalutan. Tangan Junkyu naik meremas pundak Jeno mencoba untuk membuat temannya itu tenang.
“Jeno”Panggil Junkyu, sebuah gumaman Jeno jadikan jawaban untuknya. Tersenyum tipis Junkyu melanjutkan. “Tenang oke. Kita dengerin omongan lo, jadi lo tenang. Gue nggak tahu apa yang terjadi tapi gue yakin nggak bakal ada hal yang buruk terjadi”
Sebuah kalimat penenang yang sesungguhnya tidak membantu sama sekali. Kata-kata itu sama sekali tak membuat Jeno tenang, tapi dia berterima kasih dengan ucapan temannya itu yang tengah mencoba menghilangkan kekalutannya.
Junkyu mencoba untuk tak bertanya lebih jauh atau memaksa Jeno untuk membuka suaranya, dia tidak sampai hati untuk melakukannya, ia tak tega pada Jeno yang tubuhnya bergetar yang Junkyu asumsikan adalah suatu
Teriakan nyaring para siswa terdengar dari berbagai arah, lantai dua tempat dimana para siswa kelas dua berada adalah asal suara yang paling keras, satu lantai di bawah lantai mereka berada, dan teriakan itu di ikuti suara keras seperti kaca yang pecah entah di mana mereka tidak tahu. Junkyu tersentak kaget secara refleks tangannya mencengkeram lengan Jeno hingga yang bersangkutan mendesis kesakitan.
“Jeno?”Jihoon bersuara nadanya awas, penuh akan kekagetan juga sebuah tuntutan.
Tangan Jeno menarik tangan Jihoon, mencegah temannya itu membalikkan tubuhnya untuk melihat situasi.”Nggak usah lo peduliin, kita fokus jalan”Jeno berseru memberi arahan.
Di belakang mereka Jaemin, Haechan dan Yoshi yang berjalan bersama mengernyitkan kening mereka tak paham, berpandangan ketiganya saling bertanya melalui sorot mata mereka.
Jaeminlah yang pada akhirnya membuka suara. “Nggak usah di cari tahu, gue takut kalau kita tahu malah kita panik. Ikutin Jeno aja”
Jaemin sadar sekali jika orang-orang di belakang mereka sudah membuat kehebohan dengan teriakan mereka. Dia takut, sungguh karena itu dia tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di belakang sana.
“Anjir, masuk-masuk. Orang-orang pada jadi gila”Ada sekelebat seruan di belakangnya. Jaemin pura-pura tuli tak ingin mendengar.
“Tutup pintu..tutup pintu…”Seruan lagi, panik kentara terdengar dari nadanya.
“Ada apaan sih?”Haechan bertanya, ia ikut panik namun juga penasaran dalam waktu bersamaan, menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri.
“Nggak tahu. Jalan aja”Suruh Jaemin lagi, nada suaranya seakan di buru, seakan memaksa untuk Haechan lebih cepat untuk berjalan.
Haechan gatal ingin menolehkan kepalanya namun dengan cepat Yoshi mendorong tubuh si pemuda itu tidak membiarkan kepalanya untuk membuat putaran ke belakang, Jaemin bahkan berdiri tepat di belakang Haechan hanya agar dia tidak bisa melihat apa yang ada di belakang mereka.
Jeno menghentikan langkahnya, begitu juga Jihoon dan Junkyu yang berjalan di sisinya. Tangga akses untuk naik ke lantai tiga terlihat penuh, para siswa berlarian dengan wajah panik naik ke atas.
Jeno berdecak kecil, lorong itu kini makin penuh, membuat pergerakan mereka cukup sulit untuk maju. Belum lagi di belakang sudah banyak yang membuat kehebohan dengan seruan kepanikan, beberapa yang tidak tahu malah mentertawakan seakan situasi ini adalah sebuah lelucon.
Jeno bertekad, ia dan teman-temannya harus keluar dari sini, segera. Maka ia menarik tangan Junkyu dan Jihoon untuk kembali melangkahkan kaki meski harus menerobos kerumuman siswa-siswa.
Ekpresi para siswa itu ada dua, sebagian ada yang masih kebingungan dengan yang sebagian lagi berteriak ketakutan.
Jeno menoleh ke belakang mencari tahu kondisi Yoshi, Jaemin dan Haechan apa masih mengikuti atau tidak. Sedikitnya Jeno merasa lega karena tiga temannya yang lain itu masih mengikuti dirinya.
Sedikit lagi, hanya sedikit lagi mereka bisa pergi di mana tangga darurat berada.
Tujuan Jeno memanglah tangga darurat, karena ia tahu tak banyak yang kesana, mengingat ada cctv yang selalu mengawasi, mengantisipasi siswa yang ingin bolos sekolah.
Kondisi yang ada sekarang ini meski hanya sedikit namun pasti memiliki keuntungan mereka. Tak akan ada yang banyak melewati daerah sana.
Lagi, mereka masih banyak yang belum tahu akan apa yang terjadi. Bukannya Jeno jahat tidak ingin memberi tahu, tapi apa ada yang akan percaya jika dia bersungguh-sungguh dalam berkata? Teman-temannya saja tidak dia beritahu.
Daripada membuang tenaga untuk menjelaskan akan lebih baik jika dia membuat waktu yang ada untuk kabur dari sekolah secepatnya.
Jihoon mengernyit saat tahu ke mana arah tujuan Jeno, ia bertanya dengan nada penasaran yang sarat akan kecemasan. “Lo tahukan tangga itu nggak boleh dilewatin kalau bukan karena ada bahaya. Kasih tahu gue ada bahaya apa?”
“Gue udah bilang Hoon cukup ikut gue”
“Eh anjir itu kenapa siswa-siswa pada teriakan dah, itu kenapa woi?”Junkyu sudah tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya, ia yakin sekali Jeno tahu apa yang tengah terjadi saat ini tapi temannya itu hanya bungkam tak mau memberitahu.
Jeno menoleh melihat keluar sana, ia meneguk ludah kasar, banyak siswa berlarian di bawah sana, tapi dia tak tahu mereka berada di dalam kondisi apa saat ini.
“Ini ada apa sih Jen?”Yoshi ikut teriak di tengah lorong kelas yang mulai ramai karena seruan para siswa. Ia menyusul mendekati ketiga temannya dengan Haechan dan Jaemin. Pundak Jeno di tarik oleh Yoshi, membuat pemuda itu menghentikan langkah yang di barengi dengan decakan tak terima.
“Ada zombie kah?”
Pertanyaan bodoh itu Haechan lontarkan, gagang sapu yang ia bawa di remas kuat, takut jika pikirannya benar.
Jeno menoleh pada Haechan, ia diam, namun matanya terlihat bergetar seakan membenarkan ucapan Haechan.
Haechan terdiam, badannya terasa kaku. Menolehkan kepala melihat pada Jaemin dan Yoshi di sampingnya.
Keduanya ikut terdiam sama seperti dia.
“Jangan ngaco! Itu pemikiran bodoh”Jihoon menyela wajahnya memasang raut tak suka pada Haechan.
“Pokoknya kita harus pergi”Jeno berucap final kembali tak memberi jawaban pasti.
Jeno menolehkan kepalanya, melihat dengan sebelah alis yang terangkat saat tangan Jihoon mencekal lengannya.
“Ji?”
“Gue mau cek”Ucap Jihoon singkat, sebelum memutar balik langkahnya guna mencari tahu.
“Shit! Jangan Jihoon!”Jeno berteriak memanggil nama temannya mencoba menghentikan. Dengan terpaksa dia ikut berlari, mengejar Jihoon.
“GUE IKUT!”Haechan berteriak nyaring ikut membalikkan tubuhnya mengejar Jeno dan Jihoon.
Tangan Yoshi terselip tak mampu untuk mencekal tangan Haechan yang sudah gesit berlari.
“Kita nyusul juga?”Junkyu bertanya kebingungan, pandang matanya tak putus melihat punggung ketiga temannya yang berlari ke arah berlawanan dengan mereka.
“Kita pergi”
Yoshi dan Junkyu mendelik terkejut.
“Mereka?”Tanya Junkyu tidak percaya.
“Kita bisa ketemu nanti”Begitu ucapnya, ia menarik lengan Yoshi dan Junkyu membawa dua orang itu kembali melanjutkan langkah mereka.
“Jaemin! Kita mesti nunggu mereka”Yoshi berontak, namun Jaemin mengeratkan pegangannya pada tangan Yoshi, menarik tubuhnya untuk tetap mengikuti langkah Jaemin yang berjalan lurus menuju tangga darurat sekolah.
“Mereka pasti datang. Percaya sama gue”Begitu Jaemin berucap, seolah ia yakin dan tahu bahwa ketiga temannya yang lain akan menyusul mereka.
Berbicara soal perasaan, sekarang ini miliknya sama seperti milik Jihoon. Dia tidak tenang meski ia tak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi pada sekolahnya sekarang ini. Karena itu ia membawa pergi temannya agar mereka bisa mencari tempat yang sekiranya aman, bagus lagi jika bisa pergi dari sekolah ini.
Jaemin menghentikan langkahnya. Membuat Junkyu dan juga Yoshi tentu melakukan hal yang sama.
“Jaemin?”Junkyu memanggil ia bingung dengan temannya yang tiba-tiba menghentikan langkahnya ini.
“Mundur”Jaemin memerintah dengan suara lirih.
“Kenapa?”
“Mundur”Jaemin menyuruh lagi.
Yoshi mengikuti pergerakan mata Jaemin untuk ikut melihat apa yang tengah temannya itu lihat.
Yoshi menutup mulutnya, merasa mual, perutnya seakan di aduk saat netranya menemukan apa yang Jaemin lihat.
Salah satu siswa tengah memojokkan siswa lain, menancapkan giginya ke leher membuat sebuah gigitan besar lalu mengoyak kulitnya hingga terlepas dari daging, cipratan darah keluar begitu saja mengotori dinding dan baju si siswa hingga kemeja putih itu kini berwarna merah setengahnya.
“Mundur”Suruh Jaemin lagi, membuat langkah kecil ke belakang.
Yoshi mengikuti dengan sebelah tangannya membekap mulutnya untuk menahan suara dan mual yang seakan meminta di keluarkan.
Tubuh Junkyu bergetar, kakinya terasa lemas, kini ia tahu alasan kenapa Jaemin menyuruh mereka untuk membuat langkah mundur dengan suara yang kecil nyaris menggumam.
Jaemin, temannya itu takut jika keberadaan mereka di ketahui, Jaemin takut jika siswa yang, ah Junkyu tak bisa lagi menyebutnya sebagai seorang manusia karena mahkluk itu kini membuat suara desisan dan raungan yang tak hanya memekakkan telinga tapi juga mengerikan.
Kepala mahkluk itu melihat ke kanan dan kiri seakan mencari mangsa lain yang bisa mereka bisa permainkan tubuhnya, bisa mereka koyak kulitnya hingga lepas dari tubuh dan mengeluarkan aliran darah yang berbau anyir dan membuat mual yang melihat.
“Kyu, mundur”Jaemin berkata dengan nada bergetar, menahan takut dan cemas yang bercampur aduk dalam dirinya.
Junkyu lemas, sungguh. Dia seakan tak memiliki tenaga, dia ketakutan. Dan dia tahu Jaemin pun sama karena pegangan tangan Jaemin di lengannya terasa bergetar dan lembab.